A Catholic Online Directory

Santo-santa Gereja Katolik Bulan September

Pope Saint Paul VI Saint Paul VI during The Second Vatican Council
Pope Saint Paul VI

Santo Paus Paulus VI

Paus ke-262 Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini, Giovanni Battista Montini
  • Diterbitkan :
    20 Oktober 2014
  • -
  • Diperbaharui :
    17 April 2021
  • -
  • Hits :
    15288



Santo Paus Paulus VI adalah paus kita yang ke-262 menggantikan Santo Paus Yohannes XXIII yang wafat pada tanggal 3 juni 1963. Masa Pontifikatnya berlangsung sejak tanggal 21 Juni 1963 hingga kematiannya pada tanggal 6 Agustus 1978.

Awal Kehidupan

Lahir di Concesio, Provinsi Brescia Italia, pada tanggal 26 September 1897 dan dibabtis pada tanggal 30 September 1897 dengan nama Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini. Ayahnya yang bernama Giorgio Montini adalah seorang pengacara, wartawan, direktur Aksi Katolik dan anggota Parlemen Italia. Ibunya bernama Giudetta Alghisidan. Ia memiliki dua orang saudara, yaitu Francesco Montini, yang menjadi dokter, dan Lodovico Montini, yang menjadi pengacara dan politikus.

Menjadi imam dan bekerja di Sekretariat Negara Vatican

Giovanni Battista menjalani pendidikan Cesare ARICI, sebuah sekolah yang dikelola oleh para Yesuit, namun pada tahun 1916, ia menerima ijazah dari Arnaldo da Brescia, sekolah umum di Brescia. Pendidikannya sering terganggu karena fisiknya yang lemah dan sering sakit-sakitan.

Pada tahun 1916, ia masuk seminari dan Ia ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 29 Mei 1920 di Brescia. Misa pertamanya dirayakan di Basilika Santa Maria delle Grazie di Brescia.

Pater Montini kemudian melanjutkan studinya di kota Milan dan meraih gelar doktor Hukum Kanonik. Setelah itu ia belajar di Universitas Gregoriana, Universitas Roma La Sapienza, dan atas permintaan Pater Giuseppe Pizzardo (mentornya yang kelak diangkat menjadi seorang Kardinal) ia juga melanjutkan pendidikannya di Accademia dei Nobili Ecclesiastici (atau The Pontifical Ecclesiastical Academy, sebuah sekolah akademi yang didedikasikan untuk melatih para imam untuk melayani di korps diplomatik dan Sekretariat Negara Vatican.)

Pada usia dua puluh lima tahun, sekali lagi atas permintaan Giuseppe Pizzardo, Montini bekerja di Sekretariat Negara Vatican pada 1922, di mana ia bekerja membantu Mgr.Pizzardo bersama dengan Mgr.Francesco Borgongini-Duca, Mgr.Alfredo Ottaviani, Mgr.Carlo Grano, Mgr.Domenico Tardini (Tokoh-tokoh ini adalah para pembantu paus yang sangat berpengaruh pada masa itu, kelak mereka semua diangkat menjadi kardinal) dan Mgr. Francis Spellman (Uskup agung New York yang diangkat menjadi Kardinal pada tahun 1946).

Tahun 1923 Pater Montini ditugaskan untuk menjadi duta besar Vatican bagi Polandia. Namun tidak lama kemudian ia dipanggil pulang ke Vatican dan kembali bekerja di Sekretariat Negara.

Menjadi Uskup Agung Milan

Setelah kematian Uskup Agung Milan, Kardinal Alfredo Ildefonso Schuster, OSB pada tahun 1954, Montini terpilih menggantikannya. Paus Pius XII mengatakan bahwa Uskup Agung Giovanni Battista Montini adalah "Hadiah pribadinya pada Milan". Mgr.Montini ditahbiskan sebagai Uskup Agung Milan di Basilika Santo Petrus oleh Kardinal Eugène Tisserant bukan oleh Paus Pius XII yang saat itu tengah sakit keras dan terpaksa tinggal di tempat tidur. Namun Paus tetap menyampaikan kotbah dalam misa pentahbisan ini dari tempat tidurnya melalui radio kepada para umat berkumpul di Lapangan Santo Petrus pada tanggal 12 Desember 1954.

Pada tanggal 6 Januari 1955 Mgr.Montini resmi menjalankan tugasnya sebagai uskup Agung Milan, sebuah keuskupan dengan 1.000 buah gereja, 2.500 orang imam dan 3.500.000 jiwa umat katolik. Mgr.Montini sangat menyukai tugas barunya sebagai seorang uskup agung, yang membuat ia dapat berhubungan langsung dengan berbagai kalangan umatnya di Milan.

Selama di Milan, bapa uskup Montini dikenal sebagai anggota yang sangat mendukung pambaharuan Gereja. Ia menggunakan cara-cara baru dalam pelayanan pastoralnya. Dia menggunakan kekuasaannya untuk memastikan bahwa reformasi liturgi Paus Pius XII dilaksanakan dengan baik dan menggunakan metode-metode yang inovatif untuk setiap umat di Milan.

Ia menggunakan media poster yang besar untuk mengumumkan kepada umatnya di Milan bahwa 1.000 suara akan berbicara kepada mereka. Ia lalu mengorganisir lebih dari 500 orang imam dan para uskup, para kardinal dan para ketekis awam agar dapat mengunjungi umat dan membimbing mereka. Pada masa ini telah disampaikan lebih dari 7.000 khotbah yang berlangsung tidak hanya di dalam gereja tetapi juga di pabrik-pabrik, di balai pertemuan, di rumah umat, di taman kota, di sekolah, kantor, barak militer, rumah sakit, hotel dan tempat-tempat lain, di mana terdapat orang-orang berkumpul.

Bapa uskup ingin memperkenalkan kembali iman yang sejati kepada umatnya dengan cara melayani mereka secara langsung. Ia selalu berkata : "Kalau saja kita bisa mengucapkan doa Bapa Kami dan tahu apa artinya, maka kita akan memahami iman Kristiani."

Pada bulan Oktober 1957 Paus Pius XII meminta Uskup Agung Montini datang Roma untuk memberikan presentasi utama dalam Kongres Kerasulan Awam Sedunia Yang Kedua. Sebelumnya saat masih bekerja di Sekretariat Negara Vatican, Uskup Montini telah bekerja keras untuk menyatukan organisasi Kerasulan Awam di seluruh dunia. Dalam kesempatan ini Uskup Montini mengekspresikan kerasulan awam dalam istilah modern: "Kerasulan berarti cinta, Kita mencintai semua manusia, terutama mencintai mereka yang membutuhkan bantuan...; Kita mencintai waktu kita, Kita mencintai teknologi kita, seni kita, olahraga kita dan dunia kita."

Menjadi Kardinal

Meskipun beberapa kardinal tampaknya telah melihat Uskup Montini sebagai seorang "papabile" (seorang yang cocok untuk menjadi Paus), dan meskipun ia tampaknya telah dipilih oleh beberapa orang kardinal dalam konklaf yang digelar pada tahun 1958 setelah meninggalnya Paus Pius XII, namun Uskup Agung Montini bukan seorang anggota Dewan Kardinal. Dan dengan demikian ia bukanlah kandidat serius pada konklaf yang akhirnya memilih Kardinal Angelo Roncalli sebagai Paus ke-261 dengan nama Yohannes XXIII.

Pada tanggal 15 Desember 1958 Paus baru mengangkat Uskup Agung Montini sebagai seorang Kardinal.

Sebagai seorang Kardinal, Montini banyak ditugaskan mewakili paus dalam kunjungan kenegaraan. Ia mengunjungi Afrika (1962), di mana ia mengunjungi Ghana, Sudan, Kenya, Kongo, Rhodesia, Afrika Selatan, dan Nigeria. Kelak, dia menjadi paus pertama yang mengunjungi Afrika. Dalam lima belas perjalanan lain ia mengunjungi Brasil (1960) dan Amerika Serikat (1960), termasuk New York City, Washington DC, Chicago, University of Notre Dame di Indiana, Boston, Philadelphia, dan Baltimore. Saat menjadi Kardinal, Mgr. Montini biasanya menghabiskan masa liburannya dalam sebuah biara Benediktin yang tertutup dan tenang di Abbey Engelberg di Swiss.

Menjadi Paus.

Kardinal Montini secara umum sudah dipandang sebagai seorang "Papabile" karena kedekatannya dengan Paus Pius XII dan Paus Yohannes XXIII, latar belakang pastoralnya, wawasan dan tekadnya serta pengalamannya dala bekerja bersama para Curia Romano karena ia pernah bekerja disitu selama hampir satu generasi.

Tidak seperti dua orang papabile lainnya yaitu kardinal Giacomo Lercaro dari Bologna dan Kardinal Giuseppe Siri dari Genoa, Montini tidak diihat sebagai seorang yang konservatif atau seorang reformis radikal. Ia dipandang sebagai yang seorang yang paling mampu melanjutkan Konsili Vatikan II, yang tengah berlangsung, tapi belum memperoleh hasil yang nyata. Konsili telah berlangsung lebih lama dari yang direncanakan oleh Paus Yohannes XXIII, yang dikatakan memiliki visi yang baik”, tetapi "tidak memiliki agenda yang jelas. Ketika Paus Yohannes XXIII meninggal dunia pada tanggal 3 Juni 1963, konklaf pun segera digelar ditengah konsili yang masih berlangsung.

Kardinal Montini terpilih sebagai paus setelah melewati pemungutan suara untuk keenam kalinya dalam konklaf pada tanggal 21 Juni 1963. Ia mengambil nama "Paulus VI". Ketika Ketua Dewan Kardinal Eugene Tisserant bertanya apakah ia menerima hasil pemilihan; dengan tegas Kardinal Montini berkata : "Accepto, in nomine Domini" ("Saya menerima, dalam nama Tuhan").

Asap putih pertama naik dari cerobong Kapel Sistina pada pukul 11:22, Kardinal Alfredo Ottaviani dalam kapasitanya sebagai Protodiakon mengumumkan kepada umat yang berjejal di Lapangan Santo Petrus sebuah pengumuman yang didasarkan pada tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad :

Annuntio vobis gaudium magnum : Habemus Papam!
Eminentissimum ac reverendissimum Dominum,
Dominum Giovanni Battista Enrico Antonio Maria,
Sanctæ Romanæ Ecclesiæ Cardinalem Montini,
Qui sibi nomen imposuit Paolo VI.

Kami umumkan kepada anda sebuah berita gembira : Kita memiliki Paus baru!
Yaitu yang mulia dan terhormat
Tuan Giovanni Battista Enrico Antonio Maria
Kardinal Gereja Katolik Roma Montini
Yang menamai dirinya sebagai Paulus VI

 

Paus Paulus VI kemudian muncul di balkon, memberikan berkat apostoliknya dan menyampaikan Urbi et Orbi (Kotbah pertama Paus).

 

Reformasi Lembaga Kepausan

Paus Paulus VI menghindari segala upacara agung dan mewah dalam lembaga kepausan. Ia adalah paus terakhir yang dimahkotai; Ia meninggalkan pemakaian Mahkota (Tiara) kepausan dalam Konsili Vatikan II, dan meletakkan mahkota tersebut sebagai simbol di atas altar Basilika Santo Petrus

Pada tahun 1968, dengan moto “proprio Pontificalis Domus”, ia menghapus sebagian besar acara seremonial mewah dalam istana kepausan yang sudah berlangsung sejak jaman kekaisaran Romawi. Paus yang penuh semangat pembaharuan ini juga membubarkan Guardia Palatina d'Onore (atau Palatine Guard; sebuah unit militer Vatican yang dibentuk pada tahun 1850 oleh paus Pius IX), dan Guardia Nobile (atau The Noble Guard; sebuah resimen Infateri yang bertugas mengawal Tahta Suci Vatican. Resimen ini dibentuk oleh Paus Pius VII pada tahun 1801 dan terkenal saat mengawal paus Pius VII pergi-pulang dari Roma ke Paris untuk menghadiri penobatan Napoleon Bonaparte pada tanggal 2 Desember 1804) dan meninggalkan Garda Swiss sebagai satu-satunya Ordo militer di Vatikan.

Menyelesaikan Konsili Vatican II

Paulus VI memutuskan untuk melanjutkan Vatikan II walau hukum kanonik menyatakan bahwa konsili akan dihentikan pada kematian seorang paus. Ia memimpin Konsili besar ini sampai selesai pada tahun 1965.

Selama Konsili berlangsung, para Bapa Konsili selalu berusaha menghindari pernyataan yang bisa menimbulkan gesekan dengan orang-orang Kristen dari gereja lain. Kardinal Augustin Bea, Presiden dari Sekretariat Persatuan Kristen, selalu mendapat dukungan penuh dari Paulus VI dalam setiap upayanya untuk memastikan bahwa bahasa yang digunakan dalam Konsili akan ramah dan terbuka bagi Gereja Protestan dan Gereja Ortodoks, yang telah diundang untuk mengikuti semua sesi Konsili atas undangan Paus Yohanes XXIII. Kardinal Bea juga sangat terlibat dalam penyusunan Nostra Aetate, yang mengatur hubungan antara Gereja dengan iman Yahudi dan anggota agama lain.

Semangat Mempersatukan Gereja

Setelah konsili vatican II, Paus Paulus VI terus mengembangkan dialog ekumenis. “Saudara-saudara yang terpisah”, begitulah cara ia menyebut Gereja Kristen yang lain. Walau “Saudara-sadara yang terpisah” ini tidak memberikan banyak kontribusi saat sidang Konsili Vatikan II berlangsung sebagaimana yang diharapkan, namun setelah konsili selesai, banyak dari mereka mengambil inisiatif untuk menjalin kemitraan dengan Gereja Katolik dan Paus di Roma.

Dialog ekumenis, dalam pandangan Paulus VI, membutuhkan dari seorang Katolik : Seseorang seluruh alasan, kemauan dan dan kebesaran hati. Paus Paulus VI merasa terdorong oleh semangat Injil untuk menjadi “segalanya bagi semua orang” dan untuk “membantu semua orang”. Sebagai penerus Rasul Petrus, ia merasa pertanyaan Kristus kepada Petrus ini, "Apakah engkau mengasihi Aku.?” bagaikan pisau tajam yang menembus ke sumsum jiwanya. Pertanyaan ini dimaknai oleh Paulus VI sebagai cinta tanpa batas, menekankan pendekatan fundamental Gereja bagi ekumenisme.

Merangkul Gereja Ortodox

Paulus VI mengunjungi para Patriarch Ortodhox di Yerusalem dan Konstantinopel pada tahun 1964 dan 1967. Ia adalah paus pertama sejak abad kesembilan yang mengunjungi Wilayah Gereja Timur, dan menyebut Gereja-gereja Timur sebagai “Sister Churches“. Dia juga Paus pertama selama berabad-abad yang bertemu muka dengan berbagai pemimpin Gereja Ortodoks Timur. Khususnya, pertemuannya dengan Ecumenical Patriarch Athenagoras I tahun 1964 di Yerusalem, yang membawa perubahan besar dalam hubungan Gereja barat dan Timur pasca perpecahan dalam Skisma Besar tahun 1054.

Ini adalah langkah yang signifikan menuju pemulihan persekutuan antara Roma dan Konstantinopel. Pertemuan ini melahirkan keputusan yang disebut “Deklarasi Bersama Katolik-Ortodhox” di tahun 1965, yang dibacakan pada tanggal 7 Desember 1965, pada sebuah pertemuan dalam Konsili Vatikan II di Roma dan pada sebuah upacara khusus di Konstantinopel (Istambul). Deklarasi tersebut tidak mengakhiri perpecahan, tetapi menunjukkan keinginan yang kuat untuk rekonsiliasi antara kedua gereja.

Pada bulan Mei 1973, Paus Koptik yang juga Patriark Alexandria, Shenouda III mengunjungi Vatikan, di mana ia bertemu tiga kali dengan Paus Paulus VI. Sebuah deklarasi bersama yang dikeluarkan setelah kunjungan ini menunjukkan bahwa hampir tidak ada lagi perbedaan teologis antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Katolik Koptik.

Hubungan dengan Gereja Anglikan

Paulus VI adalah paus pertama yang menerima Uskup Agung Anglikan dari Canterbury, Michael Ramsey dalam sebuah audiensi resmi sebagai seorang Kepala Gereja, setelah kunjungan audiensi pribadi dari Uskup Agung Geoffrey Fisher kepada Paus Yohanes XXIII pada tanggal 2 Desember 1960. Ramsey bertemu paus Paulus VI sebanyak tiga kali selama kunjungannya dan membuka sebuah Anglikan Centre di Roma untuk meningkatkan pengetahuan bersama mereka. Dia memuji Paulus VI dan kontribusinya dalam mengupayakan persatuan gereja. Paulus menjawab bahwa "Dengan memasuki rumah kami, Anda memasuki rumah Anda sendiri, kami senang untuk membuka pintu kami dan hati Anda. ".

Kedua pemimpin Gereja menandatangani deklarasi umum, yang mengakhiri perselisihan masa lalu dan menguraikan agenda bersama untuk masa depan.

Gereja Anglikan digambarkan oleh paus Paulus VI sebagai "Our beloved sister Church".

Membina hubungan dengan Gereja Protestan

Pada tahun 1965, Paulus VI memutuskan pembentukan kelompok kerja bersama dengan Dewan Gereja sedunia untuk memetakan semua kemungkinan jalan dialog dan kerjasama. Dalam tiga tahun berikutnya, delapan sesi diadakan yang mengakibatkan banyak usulan bersama. Hal ini diusulkan untuk bekerja sama di bidang keadilan sosial dan pengembangan dan Dunia Ketiga Isu-isu seperti kelaparan dan kemiskinan. Di sisi religius, disepakati untuk berbagi bersama dalam Pekan Doa untuk Persatuan Umat Kristen, yang akan diadakan setiap tahun. Kelompok kerja ini juga bekerja mempersiapkan teks yang akan digunakan oleh semua orang Kristen. Pada tanggal 19 Juli 1968, pertemuan Dewan Gereja Dunia berlangsung di Uppsala, Swedia, yang oleh Paus Paulus VI disebut tanda zaman. Dia mengirimkan berkatnya secara ekumenis : "Semoga Tuhan memberkati semua yang anda lakukan untuk Persatuan Umat Kristen"

The Lutheran adalah Gereja Protestan pertama yang menawarkan dialog dengan Gereja Katolik pada bulan September 1964 di Reykjavík, Islandia. Hal ini berlanjut dengan dibentuknya kelompok studi bersama untuk mengatasi beberapa isu.

Presiden Lutheran World Federation dan anggota Komite sentral Dewan Gereja Dunia Fredrik A. Schiotz menyatakan dalam ulang tahun 450 dari Reformasi, bahwa peringatan sebelumnya dipandang hampir sebagai sebuah kemenangan. Reformasi harus dirayakan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, bahwa kebenarannya dan hidupnya diperpanjang. Dia menyambut pengumuman Paus Paulus VI untuk merayakan ulang tahun ke-1900 kematian Rasul Petrus dan Rasul Paulus, dan berjanji partisipasi dan bekerjasama dalam perayaan tersebut.

Paulus VI mendukung upaya harmonisasi dan kerjasama dengan Gereja Protestan pada begitu banyak tingkatan. Ketika Kardinal Augustin Bea menemuinya untuk meminta izin bagi kerjasama terjemahan Alkitab Katolik-Protestan; paus berjalan ke arahnya dan berseru, "Selama kerjasama ini adalah bersama masyarakat Alkitab, saya benar-benar mendukung."

Paus mengeluarkan persetujuan resmi Vatican untuk kerjasama ini pada hari Pentakosta tahun 1967, pesta di mana Roh Kudus turun atas orang-orang Kristen dan mengatasi semua kesulitan berbahasa.

Wafat dan Kanonisasi

Pada tanggal 14 Juli tahun 1978 Paus Paulus VI meninggalkan Vatikan untuk pergi ke kediaman musim panas Paus, di Castel Gandolfo. Ia juga mengunjungi makam Kardinal Giuseppe Pizzardo, mentornya yang telah membawanya ke Vatikan setengah abad sebelumnya. Meskipun ia sakit, ia setuju bertemu dengan Presiden Italia yang baru, Sandro Pertini selama lebih dari dua jam. Pada malam hari ia merasa dan memiliki masalah pernapasan hingga membutuhkan oksigen. Pada hari Minggu pagi paus begitu lelah, namun ia tetapi ingin mengucapkan doa Angelus.

Dari tempat tidurnya ia berpartisipasi dalam Misa hari Minggu pagi. Setelah menerima komuni, paus mengalami serangan jantung hebat, setelah itu ia terus hidup selama tiga jam. Pada tanggal 6 Agustus 1978, Paus Paulus VI tutup usia di Castel Gandolfo. Dia dimakamkan pemakaman para paus di lantai bawah Basilika Santo Petrus bersama para paus sebelumnya. Dalam wasiatnya, ia meminta untuk dimakamkan di "benar-benar di bumi" dan oleh karena itu, ia tidak dimakamkan dalam sarkofagus hiasan tetapi di kuburan benar-benar di dalam tanah.

Proses kanonisasi Paus Paulus VI dimulai pada tanggal 11 mei 1993 pada masa Pontifikat paus Yohanes Paulus II. Tanggal 20 Desember 2012, paus Benediktus XVI menyetujui deklarasi yang menyatakan Paus Paulus VI sebagai seorang “Venerabilis” (decree of heroic virtue).

Pada bulan Desember 2013, Vatikan menyetujui sebuah Mujizat penyembuhan seorang anak yang belum lahir di California, Amerika Serikat pada tahun 1990-an, yang terjadi dengan perantaraan Paus Paulus VI. Mujizat penyembuhan ini secara resmi diakui oleh Vatican pada tanggal 9 Mei 2014.

Upacara beatifikasi paus Paulus VI diselenggarakan pada tanggal 19 Oktober 2014.

Santo Paus Paulus VI dikanonisasi oleh Paus Fransiskus tanggal 14 Oktober 2018 di Basilika Santo Petrus Roma - Vatican

 


Arti nama

Berasal dari bahasa Latin yang berarti "Kecil" atau "Rendah hati"

Variasi Nama

Paulinus (Ancient Roman), Pal, Pali, Pavli (Albanian), Boulos, Bulus (Arabic), Boghos, Poghos (Armenian), Paul (Biblical), Paulos (Biblical Greek), Paol (Breton), Pavel (Bulgarian), Pau (Catalan), Paulu (Corsican), Pavao, Pavle, Pavo (Croatian), Pavel (Czech), Paul, Poul, Palle (Danish), Paul, Pauwel (Dutch), Paul, Paulie (English), Paŭlo, Paĉjo (Esperanto), Paavali, Pauli, Paavo (Finnish), Paul (French), Paulo (Galician), Pavle (Georgian), Paul (German), Pavlos (Greek), Pál (Hungarian), Páll (Icelandic), Pól (Irish), Paolino, Paolo (Italian), Pāvils (Latvian), Paulius (Lithuanian), Pavle (Macedonian), Paora (Maori), Pål, Paul (Norwegian), Pau (Occitan), Paweł (Polish), Paulino, Paulo, Paulinho (Portuguese), Paul (Romanian), Pavel, Pasha (Russian), Pàl, Pòl (Scottish), Pavle (Serbian), Pavol (Slovak), Pavel (Slovene), Pablo, Paulino (Spanish), Pål, Paul (Swedish), Pavlo (Ukrainian)


Bentuk Feminim : Paula, Paulina

 

 

Pope Saint Paul VI

Santo Paus Paulus VI

Tags

Italia - Paus

Wartakan kisah ini!


Pilih Topik

Login

or