Perluasan arti klasik Kemartiran terjadi ketika Paus Yohanes Paulus II mengkanonisasi Santo Maximilian Kolbe sebagai Martir Cinta Kasih pada bulan Oktober 1982. Sebelas tahun sebelumnya, Kolbe dibeatifikasi oleh Paus Paulus VI sebagai seorang Pengaku Iman, bukan Martir.
Ketika waktu kanonisasi biarawan Fransiskan yang tewas di kamp konsentrasi NAZI di Auschwitz itu semakin dekat, Paus Yohanes Paulus II menyetujui pembentukan sebuah komisi khusus yang beranggotakan para Kardinal dan para ahli teologi (komisi ini dipimpin oleh Kardinal Joseph Ratzinger yang kelak menjadi Paus Benediktus XVI) untuk menentukan apakah seseorang dapat dikanonisasi sebagai martir atau tidak.
“..…Saya berharap teologi sesegera mungkin memberi kita profil yang tepat tentang '
martir modern', karena saya yakin hal ini merupakan sumber kekuatan iman bagi umat untuk dapat secara sadar dan konsisten merenungkan realitas kemartiran modern”.
(Paus Yohanes Paulus II - L'Osservatore Romano, edisi Italia, 07 Oktober 1982, hlm. 2)Namun keputusan yang diambil komisi ini menyatakan bahwa tindakan Heroik Maximillian Kolbe di Auschwitz (mempersembahkan nyawanya sebagai ganti nyawa Franciszek Gajowniczek. Lihat ==> Santo Maximillian Maria Kolbe) tidak memenuhi kriteria Kemartiran, baik dari sudut pandang Kanonik maupun Teologis. Paus tidak sependapat dan mengkesampingkan keputusan itu. Pada Misa Kanonisasi Santo Maximillian Kolbe tanggal 10 Oktober 1982, dalam kotbahnya bapa suci menyatakan :
“Berdasarkan otoritas kerasulan saya, saya telah menetapkan bahwa Santo Maximilian Maria Kolbe, yang mana setelah beatifikasi-nya dihormati sebagai seorang Pengaku Iman, untuk selanjutnya akan dihormati juga sebagai seorang
martir.”
(Homili Paus Yohanes Paulus II di Misa kanonisasi Santo Maximillian Kolbe - L'Osservatore Romano, 10 Oktober 1982).
Walaupun sampai saat ini Martir Cinta Kasih bukan merupakan kategori martir yang diakui secara resmi, namun ungkapan Martir Cinta Kasih telah ada sejak dahulu dan dapat ditelusuri sampai pada masa Gereja Perdana. Dalam bukunya: History Ecclesiastica, Uskup Eusebius mencatat tentang sekelompok umat Kristen dari Gereja Alexandria yang tewas "Setara dengan kemartiran” demi merawat para korban wabah penyakit.
”Tidak peduli akan bahaya, (mereka) merawat orang sakit, memperhatikan setiap kebutuhan mereka dan melayani mereka di dalam Kristus, dan bersama mereka meninggalkan hidup ini dengan bahagia; demi orang lain mereka terinfeksi oleh penyakit itu, mereka ikut menanggung penyakit sesama mereka dan dengan tenang menerima rasa sakitnya. Banyak dari antara mereka, yang merawat dan menyembuhkan orang lain, mengambil alih kematian para korban dan mereka sendiri akhirnya tewas sebagai gantinya.... Yang terbaik diantara saudara-saudari kita telah kehilangan nyawa mereka dengan cara ini, (mereka terdiri dari) sejumlah Penatua, Diakon, dan umat awam yang dihormati, karena itu kematian dalam bentuk ini, adalah buah dari Kesalehan yang besar dan Iman yang kuat, tampaknya dalam semua aspek, (cara kematian mereka) setara dengan Kemartiran. " (Eusebius - Historia Ecclesiastica, v. 7.22).
Daftar Para Martir Cinta Kasih (belum lengkap) :
- Santo Laurensius dari Roma
- Santo Damianus Molokai
- Santo Maximillian Maria Kolbe
- Santo Aloysius Gonzaga
- Santo Bernardo Tolomei
- Beata Sára Salkaházi (executed for sheltering Jews from the Holocaust; beatified in 2006)
- Everard Mercurian (Superior General Serikat Jesus ke-4. died ministering in an influenza epidemic in 1580).
- Edward Metcalfe, (died ministering in an epidemic in Leeds in 1847).
- Benjamin Petit (died travelling as a missionary to the Potawatomi in 1839)
- Ezechiele Ramin, died in 1985 while defending the rights of the farmers and the Paiter people of the Rondônia area (Brazil).
- Cassandra Martyrs of Charity, a Group of religious nuns and priests who died in 1983 while saving victims in a shipwreck in the Philippines.
Para Kudus dalam Kelompok ini :