Isidorus Bakanja lahir sekitar tahun 1887 di Bokendela Republik Demokratik Kongo, Afrika Tengah. Ia berasal dari suku Boangi, yang bermukim di dekat Sungai Botato, Bokendela. Di masa itu Kongo masih dikenal sebagai Kongo-Belgia karena merupakan wilayah jajahan Kerajaan Belgia. Para penjajah membawa banyak perusahaan swasta datang berinvestasi di Kongo. Salah satu diantaranya adalah sebuah perusahaan perkebunan karet bernama Société Anonyme Belge (SAB), tempat Isidorus bekerja sebagai buruh. Kemiskinan membuat Isidorus sudah harus bekerja sebagai buruh sejak ia masih kecil.
Pada usia 16 tahun, Isidorus berhenti dari SAB dan bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan konstruksi. Disini ia bertemu dengan Linganga, seorang pribumi Afrika yang sudah dibabtis menjadi seorang katolik. Linganga kemudian memperkenalkan Isidorus dengan para missionaris Trappist yang kemudian membimbing Isidorus menjadi seorang pengikut Kristus. Sebelumnya, Isidorus adalah seorang penganut animisme seperti kebanyakan warga suku Boangi.
Isidorus memutuskan untuk mengikuti kelas katekisasi yang diselenggarakan oleh para missionaris. Perlahan-lahan ia mulai meninggalkan praktek kepercayaan animist dan menerima Kristus sebagai Juruselamatnya. Ia lalu dibaptis pada tanggal 6 Mei 1906 dan setahun kemudian ia pun diperkenankan untuk menerima Komuni Pertama. Oleh para missionaris, Isidorus dihadiahi sebuah Rosario dan Skapulir coklat St.Perawan Maria Bunda Karmel. Skapulir ini disebut “Bonkoto Malia” (kebiasaan Maria), yang selalu dipakai Isidorus.
Pada tahun 1908 Isidorus pindah ke kota Ikili dan bekerja pada perkebunan karet dibawah pengawasan seorang mandor bernama André van Cauter. Van Cauter adalah seorang atheis yang anti Kristen. Seperti umumnya kaum kolonial di Afrika, Van Cauter sangat membenci Gereja dan para missionaris. Mereka kerap menggunakan terminologi “Mon Pere” untuk menghina para missionaris dan segala sesuatu yang berhubungan dengan gereja. Kebencian mereka timbul karena Gereja dan para misionaris selalu menentang mereka dalam mempraktekkan perbudakan dan sistem tuan tanah yang merugikan penduduk pribumi.
Isidorus mengalami banyak kekejaman dari Van Cauter. Namun ia tidak gentar. Ia tetap rajin berdoa Rosario dan suka menyanyikan kidung-kidung Maria saat bekerja. Hal ini membuat van Cauter naik pitam. Sang mandor lalu mengeluarkan aturan baru yaitu : Dilarang mempraktekkan dan mengajarkan ajaran Kristen saat bekerja.
Larangan ini tak digubris Isidorus. Ia malah mengajari rekan-rekannya berdoa secara Kristen. Sebelum bekerja, ia selalu mengajak mereka untuk berdoa bersama. Van Cauter pun murka. Ia memaksa Isidorus melepaskan skapulirnya dengan ancaman hukuman cambuk dengan cambuk kulit gajah dengan paku pada ujung-ujungnya. Isidorus menolak melepaskan “Bonkoto Malia”. Karena itu ia pun dipukuli dan skapulirnya direnggut dan dibuang ke anjing piaran Van Cauter. Isidorus lalu hukum dicambuk seratus kali lalu dirantai tanpa diberi makan dan minum. Cambukan yang diterima Isidorus membuat daging punggungnya koyak.
Kala Dorphinus, pengawas perusahaan tiba, van Cauter takut Dorphinus marah melihat seorang pribumi disiksa. Ia lalu melepaskan Isidorus dan mengusirnya pergi untuk menghindari kemarahan Dorphinus. Namun Dorphinus, yang telah mendengar cerita tentang Isidorus, memerintahkan untuk mencarinya. Dalam catatannya Dorphius menulis dengan perasaan ngeri :
Dihadapan Dorphius, van Cauter hendak membunuh Isidorus yang disebutnya sebagai : “binatang piaraan Mon Pere”. Namun ia dicegah oleh Dorphius. Dorphius membawanya ke rumah sakit tetapi Isidorus dapat merasakan bahwa ajalnya sudah dekat. Karena itu ia berpesan pada Dorphius :
Dua misionaris yang menghabiskan beberapa hari dengannya melaporkan bahwa Isidorus telah menerima sakramen terakhir. Mereka meminta Isidorus untuk memaafkan Van Cauter dan ia menyakinkan mereka bahwa ia sudah memaafkan penyiksanya itu.
"Saya akan berdoa untuknya. Ketika saya di surga, saya akan banyak berdoa untuknya."
Setelah enam bulan dalam doa dan penderitaan, pada hari raya Bunda Maria diangkat ke Surga, 15 Agustus 1909, Isidorus Bakanja meninggal akibat infeksi pada luka-lukanya. Martir Kristus ini dikuburkan dengan berkalung skapulir dan sebuah rosario ditangannya.
Sejak kemartirannya, Ordo Karmel (Ordo Fratrum Beatissimae Mariae Virginis de Monte Carmelo - OCarm) mendukung proses beatifikasi Isidorus Bakanja karena kemartirannya dengan memperjuangkan pemakaian Skapulir Karmelit. Ordo Karmel juga memperingati kemartiran Isidorus dalam kalender perayaan mereka setiap tanggal 12 Agustus. Isidorus Bakanja akhirnya dibeatifikasi oleh paus Yohanes Paulus II pada tanggal 24 April 1994, saat kunjungan apostoliknya bapa suci ke Republik Demokratik Kongo.
Berasal dari nama Yunani Ισιδωρος (Isidoros)
sidore, Isador, Isadore (English), Isidoros (Ancient Greek), Isidor (German), Isidoro (Italian), Isidorus (Late Roman), Isidor (Macedonian), Izydor (Polish), Isidor (Russian), Izidor (Slovene), Isidoro, Isidro (Spanish)
Bentuk Pendek : Issy, Izzy (English)